Pages

Selasa, 12 Juli 2011

AKU MENCINTAIMU

dan bangunkanlah aku
dari mimpi indahku
terengah anganku jangan lari
dari rasa yang harus ku batasi

dan kau menawarkan rasa cinta dalam hati
ku tak tahu harus bagaimana
untuk hal bermimpi atau nyata
dan bedakan rasa dan suasana
dalam rangka sayang atau cinta yang sebenarnya

letto-Sebenarnya Cinta

------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bermula dari melihat kertas putih yang tergeletak di bawah meja, mataku mulai mencari-cari sebuah pena untuk melukis di atasnya. Dan otak pun bekerja merangkai kata, agar indah dinikmati dan lembut dirasa hati.

Sejenak tangan terdiam. Kemudian akhirnya diputuskan untuk menggerakkan kaki, berpindah tempat mencari inspirasi. Dan jemari pun kembali lincah.

Kata pertama yang tertulis:

C

I

N

T

A

Sebuah kata dengan ribuan makna. Yang mungkin engkau tengah dan telah bosan melihatnya, mendengarnya, dan merasanya. Tapi tidak denganku. Kata ini bagai candu. Aku tak memiliki penawarnya. Sudah kadung overdosis. Hingga ingin kumuntahkan kata ini di depanmu. Dan disetiap satuan waktu dalam hembusan nafasku, ingin selalu kubisikkan padamu; “Aku mencintaimu.”

Cinta. Sebuah rasa yang mendorongku tuk mengenangmu di setiap titik pelabuhan muara gerakku. Rasa yang membuatku tak pernah lupa menyebut namamu dalam setiap doa yang kupanjatkan. Cinta ini yang memaksaku tuk terus berada di sisimu. Mendampingimu. Menemani kepingan mozaik perjalananmu. Tak ingin berpisah, tak rela berada jauh darimu meski seinci pun. Rasa yang tak pernah berhenti membara dalam hati. Bara yang membuat mataku selalu ingin melihat sosokmu. Bukan. Tak CUKUP! Tak cukup jika harus melihat sosokmu dari jauh. Tak cukup jika hanya melihat punggungmu saja. Aku harus mendekat. Kemudian aku memandangimu, tuk melepas rinduku. Dan sekali lagi, ingin kubisikkan di telingamu;”aku mencintaimu”.

Hingga ku merasa gila. Gilanya orang yang waras. Memikirkanmu. Memaknai setiap kata mutiara yang terlintas di benak. Memaknai cinta sejati. Cinta yang entah terbalas atau tidak, namun aku masih mampu tersenyum dan turut bahagia untukmu. Yang jika aku memilikinya, aku tak butuh apapun. Tapi jika aku kehilangan dirinya, apapun yang kumiliki tak ada artinya.

Aku memulai cinta ini dengan sebuah senyuman tulus padamu. Diiringi binarnya mataku ketika ku memandangmu. Meski kau tak pernah memintanya. Karena cinta memang senantiasa memberi. Walaupun ia membawa derita, namun tak pernah mendendam, dan tak pernah membalas dendam. Cinta inilah yang membawa kehidupan, manakala kebencian mengundang kemusnahan tuk menerkam. Cinta ini lahir dari sebuah kejujuran dan ketulusan. Yang muncul saat pertama kali bertemu denganmu. Dan untuk kesekian kalinya dalam lukisan tinta ini, biarlah kugoreskan keinginanku tuk bisikkan di telingamu; “aku mencintaimu”.

Tapi, sengaja tak pernah kuungkap kalimat indah ini di depanmu. Tak pernah sekalipun kuperdengarkan di telingamu. Bukan karena takut. Namun, memang sedikit khawatir. Khawatir jika kau tak menyukainya. Tapi itu pun tak mengapa. Toh cinta itu tak pernah merasa senang jika ia dirasakan dan dinanti. Dan dia juga tak pernah sekalipun kecewa bila diabaikan. Dia hanya berpikir untuk memberi. Sekali lagi tapi, kekhawatiran ini terlampau jauh mengungguli batas yang bisa aku terima. Hingga akal ini tak henti-hentinya mencari cara. Cara agar aku bisa ungkapkan cinta padamu, tanpa melalui kata.

Meski aku mencoba mengumpulkan segenap egoku tuk tak mencintaimu, tapi seperti yang dikatakan Pascal, hati ini selalu memiliki alasan-alasan yang tak bisa dimengerti oleh akal. Akhirnya, kuputuskan tuk mengerahkan segenap tenagaku tuk ungkap rasa ini padamu. Aku berjalan bersamamu. Berbincang menemanimu. Menatap teduh gelak tawamu. Mencoba membantumu, meski tak bisa selalu menghilangkan dukamu. Dan selalu memanjatkan doa padaNya agar memberimu yang terbaik. Melindungimu, menyayangimu, menjagamu, dan melancarkan urusanmu.

Mungkin, hanya mungkin. Dan semoga ini hanya dugaan saja. Ada atau tidaknya aku di sampingmu tak ada bedanya menurutmu. Aku bukanlah seseorang yang kau beri bingkai sebagai seorang sahabat, atau hanya sekedar kawan. Inginku jadi tempat tuk mencurahkan isi hatimu pun tak tercapai. Inginku tuk jadi orang pertama yang tahu sedihmu, pupus. Aku juga bukan menjadi seseorang yang sering tertangkap oleh mata mu untuk sekedar kau temui.

Aku bukan mereka. Anggapan itu ada dibenakku. Dan kemungkinan kuat, ada dibenakmu pula. Aku bukanlah mereka, yang mungkin lebih membuatmu nyaman. Yang kau lebih senang bergurau, tertawa hingga membahana. Mereka bukan aku. Aku yang mungkin terlalu banyak menyinggung perasaanmu dengan ucapanku. Aku yang mungkin kau bilang terlampau banyak “berceramah” di hadapanmu. Terlalu sering mengingatkanmu. Mengingatkanmu untuk meninggalkan hal-hal yang dilarangNya, yang masih sering engkau lakukan. Kau, sekali lagi mungkin merasa asing denganku karena ini.

“Siapa kau?”

Mungkin itu tanyamu. Tanyamu padaku di saat aku mengingatkanmu tuk menutup auratmu. Tanyamu padaku ketika aku mencoba meluruskan kesalahanmu. Tanyamu padaku, ketika kukatakan padamu tentang hal-hal wajib yang belum kau lakukan itu. Mungkin. Hanya mungkin. Dan mungkin untuk yang kesekian kalinya kau menjadi tak nyaman berada di sampingku.

Tapi, tahukah engkau betapa aku mencintaimu? Dan tlah kuutarakan di awal goresan, bahwa rasa cinta ini membuatku selalu ingin mendampingi setiap mozaik kehidupanmu? Dan cinta ini tak pernah mendendam, sahabat. Karena ketika kuserahkan seluruh cintaku padamu, aku tak mengharap engkau membalasnya. Hanya saja, aku akan menanti cinta itu tumbuh di hatimu. Tetapi jika tidak, aku akan tetap bahagia dan bersyukur padaNya karena cinta itu tumbuh di hatiku.

Bukan, sahabatku. Bukan aku ingin menyakitimu dengan ucapan kesalku di suatu waktu karena kau tak kunjung merubah dirimu. Hanya aku terlalu mencintaimu. Karena bukankah ini pula yang di perintahkanNya ?

“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. 103; 2-3).

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat suatu golongan manusia yang bukan dari para nabi dan bukan pula syuhada, akan tetapi para nabi dan syuhada iri dengan kedudukan mereka disisi Allah pada hari Kiamat.” Para sahabat berkata, “Beritahukanlah kepada kami siapa mereka wahai Rasulullah?” Lalu Rasulullah menjelaskan, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai karena Allah bukan karena ikatan kekerabatan diantara mereka dan bukan pula karena faktor harta yang mereka harapkan, demi Allah sesungguhnya pada wajah-wajah mereka terdapat cahaya dan mereka berada diatas cahaya, mereka tidak merasa khawatir ketika manusia khawatir, dan tidak pula bersedih hati ketika manusia bersedih hati, lalu beliau membaca firman Allah, “Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran pada diri mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus: 62) (HR. Abu Dawud, shahih

Dan bukankah iman kita kan sempurna karena rasa cinta ini?

Dari Abu Hamzah Anas bin Malik, khadim (pembantu) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau berkata, “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia cintai untuk dirinya”.

Tapi, memang cinta ini kuutarakan padamu bukan dengan cara mereka kebanyakan. Bukan dengan sering mengajakmu jalan-jalan, bukan dengan mengajakmu makan di tempat mewah, atau mengajakmu berbelanja. Maka sering kali ungkapan cintaku menyakitkan. Karena hanya berisi ingatan kepada kematian. Dan indahnya surga yang menantimu, menantiku, kawan.

Namun sungguh dalam setiap doaku, kupanjatkan pinta agar cinta ini mampu melunakkan besi, menghancurkan batu. Meski butuh waktu. Tapi tak mengapa, karena sesungguhnya manifestasi Cinta adalah Dia. Dia yang kn selalu membalas rasa ini. Rasa cintamu, cintaku. Dan tujuan cintaku padamu hanyalah satu sahabat, yakni untuk bersama-sama menujuNya. Maka ingin sekali ku menggandengmu bersamaku. Mengajakmu berlari meraihNya. Karena surga itu terlampau luas tuk kutinggali sendiri, sahabatku…

Karena cinta ini pula, ketakutan itu selalu mendatangiku. Seperti jamur yang tumbuh subur di tanah yang lembap. Ketakutan ini, ketakutan yang tak bisa kuhilangkan. Mungkin untuk selamanya. Ketakutan yang terus menjadi selimut ditidur malamku. Ketakutan yang seolah menjadi pengganti matahari dikala siangku. Sungguh aku benar-benar merasa takut. Takut jika kematian itu datang, sebelum aku berhasil memahamkan ilmuNya padamu, hingga kau hendak merubah dirimu. Takut, yang muncul karena rasa cintaku. Rasa cinta yang sekali lagi ingin kuutarakan padamu seperti Rasulullah mengutarakan pada sahabatnya;

Diriwayatkan dari Muadz bin Jabal RA bahwa Rasulullah SAW meraih tangannya lalu mengatakan, “Wahai Muadz, demi Allah aku mencintaimu!” Lalu beliau bersabda, “Wahai Muadz, aku berpesan kepadamu untuk tidak meninggalkan doa setelah shalat. ‘Allahumma `ainni `ala dzikrika wa husni ibadatika’ (Ya Allah bantulah aku untuk selalu berdzikir, mensyukuri nikmatmu dan beribadah kepadamu dengan baik’.” (HR. Abu Dawud)

Rasa cinta yang tak akan pernah padam, dan membuat diri ini tak lelah tuk merengkuhmu. Karena kau adalah sahabatku. Karena kau adalah saudaraku… Aku mencintaimu sahabat.

Minggu, 22 Mei 2011

DISKUSI AKTIVIS

20 Mei 2011, Gedung Fakultas Budaya Unair B

Diskusi dimulai dengan ucapan salam--> pastilah...mrgreen
Kebetulan sy menjadi wakil dari mahasiswa ITS untuk menjadi pembicara di forum. Dan pertanyaan pertama pun dilontarkan moderator.
"Apakah sebagai aktivis kampus, anda merasa terbelenggu dengan sistem sekarang?(baca:kapitalisme)"

"ehem ehem... ndak.. ndak salah...", jawab saya.
Bukan jalannya diskusi yang hendak saya ceritakan. Tapi fakta-fakta yang ada disekitar saya yang sering kali membuat saya gemas, hingga seandainya dy adalah sebuah kertas yang bs saya remas, kemudian sy lemparkan saja ke tong sampah.huah....venere
Jika kita sedikit saja mau berkenalan dengan fakta yang ada, maka akan sangat mudah kita menemui hal2 yang tidak seharusnya terjadi.... Bagaimana di ITS, jam malam tidak diindahkan. Pulang di atas jam 9 jadi hal biasa buat para mahasiswinya. alasan tugas, praktikum, rapat, dkk. termasuk jg saya....cry
itu masih di hari biasa... bagaimana jika soal praktikum keluar? bagaimana jika sudah tiba final project? Bayangkan sndiri saja. Bagaimana tidak teraturnya pergaulan laki-laki dan perempuan, hingga kita2 yang sdah paham sangat sulit menghindari... Sistem pendidikan yang mendidik kita hanya berorientasi pada materi sering kali membuat saya dan beberapa kawan tertekan.

Akibatnya, sangat sulit sekali untuk menerapkan aturanNya. Jangankan menerapkan, mempelajarinya saja susah. Mau ikut kajian, tapi ada tugas membuat laporan praktikum. Mau ikut pembinaan, tapi kuliah padat. Jika memang tidak berawal dari niat yang kuat, tak akan bisa menjadi pribadi muslim yang kaffah di tengah terpuruknya sistem pendidikan sekarang.

Kajian-kajian dijurusan pun sepi, banyak yang duduk di lab sambil menekan2 mesra tut keyboardnya. Bagaimana kita tidak terbelenggu namanya? Acara-acara keagamaan sudah tidak menarik lagi, padahal dari mana kita tahu syari'at islam yang harus kita kerjakan jika tidak belajar dari majelis2 ilmu atau perhalaqahan? sungguh benar2 kita sedang dicetak menjadi manusia yang jauh dari fitrahnya.

Sangat miris rasanya kawan, melihat ternyata kemalasan tidak hanya menjangkiti kawan2 kuliah saya. tapi juga menjangkiti para aktivis dakwah kampus. Sejenak tadi menikmati tulisan kawan bagaimana para ADK lebih memuliakan syuro' ketimbang liqo'. ironis memang. Jika sudah melihat begini, rasanya lelah(padahal hanya sekedar melihat). padahal Allah jelas2 memberi pahala dan menjanjikan surga bagi manusia yang bertaqwa. Tapi sungguh pertanyaan besar, kenapa kenikmatan abadi yang dijanjikanNya sering kali manusia gadaikan dengan kenikmatan dunia yang sesaat?
Mereka bilang "Belum dapat hidayah, yan?" lalu buat apa manusia punya akal?...sering geram dan emosi. tapi sekali lagi Allah menyuruh saya untuk sabar. Karena kesabaran (dengan definisi syara' -->baca di kitab syakhsiyah Islam) adalah kunci menuju surga... :D

Semoga Allah memudahkan segala urusan untuk menapaki jalanNya
Minggu, 03 April 2011

SUNGGUH DIA AKAN DATANG

#include "stdafx.h"
#include
using namespace std;

Baris code di atas sedang saya tulis pagi ini. Tepatnya sesaat sebelum hape saya bergetar tanda sms masuk. Lumayan mengagetkan saya, karena memang saya taruh di atas meja berdampingan dengan laptop tercinta. Dan ternyata sms berisi jarkom(penyebutan sms berantai satu angkatan kuliah).
Isinya tak kalah mengejutkan. Berita duka dari 3 orang kawan di jurusan teknik sipil. Ketiganya meninggal dunia dengan perantara kecelakaan sepulang dari Grand City. Huf...Tangan saya lemas. Bahkan sekarang, saat mengetik tulisan ini pun sy masih merasakan demikian. Teramat muda untuk merasakan sakitnya sakratul maut, pikir saya.
Tapi, bukankah bs saja satu detik lagi adalah giliran saya? Hanya Allah yang tahu. Saya? hanya bs berdoa semoga dosa2 diampuni.
Hampir selalu ketika mendengar berita duka, tubuh rasanya langsung lemas. Apalagi jika yang meninggal adalah saudara atau teman seperjuangan. Seperti beberapa saat lalu ketika seorang sahabat yang sudah lebih dari 1 tahun tidak bertemu, tiba2 dikabarkan meninggal dunia karena sakit gagal ginjal. Sedih rasanya. Tapi tidak sampai di situ. Menusuk. Bagaimana jika setelah ini saya?
Maka, diri ini pun cepat2 untuk bertobat. Mungkin juga dengan anda. Kematian adalah sebuah alat pembelajaran(baca:penghajar) yang paling ampuh untuk kita, para manusia. Tapi sungguh, banyak di antara manusia yang dihajar pun tak sadar2. padahal sungguh, kematian itu datang. Masih banyak yang bermaksiyat. Mungkin juga dengan saya. Setelah mendengar berita duka langsung tobat. tapi setelah itu??? mungkin balik lagi...

confused
Apakah wajar jika tabiat manusia memang seperti ini?Saya sungguh tidak setuju jika jawaban anda adalah iya. Karena kita, manusia. Makhluk berakal dengan segenap aturan yang diberikan olehNya. lantas kenapa? ketika sudah jelas konsekuensinya, kewajiban urung kita laksanakan? alasannya bla bla bla...mungkin bagi anda yang menyandang gender wanita, untuk tidak berjilbab dan berkerudung anda bilang belum matang, harus memperbaiki diri, ndak punya jilbab ma kerudungnya,atau belum siaplah. Padahal pasti ajal itu siap menjemput. Bagi anda para lelaki, sudah pasti jadi aktivis dakwah itu wajib. Tapi??? huf... susahnya di ajak ngaji... Kata kawan2 saya..."Ngoding lebih penting..." naudzubillah...
Mengapa dan mengapa? pertanyaan yang selalu muncul di kepala. Ketika mengajak kawan untuk menuju jalanNya, penolakan yang kita terima. Ketika memberi tahu bahwa demokrasi haram(dalil pasti), tapi keengganan dan keraguan yang dimunculkan. Bahkan, seorang kawan aktivis BEM, muslim, aktivis dakwah pula, menentang dengan halus perubahan dunia dengan penegakan khilafah. Yang ditentang dalil bung, bukan logika manusia. Padahal sudah jelas dalilnya. Mungkin juga saya tak pantas bicara seperti ini. tapi sungguh dia(baca: kematian) pasti datang. lantas apa persiapan kita? Terlalu banyak alasan. seperti yang saya katakan tadi, mungkin pun termasuk saya yang terlalu banyak hujah menunda kewajiban.
Terlalu meremehkan kah kita?? sy tidak tahu... dan saya tidak bisa menjawab.
Sabtu, 05 Februari 2011

Tentangmu.....

Aku melihatmu seperti kertas putih.
Aku dapat menulis seluruh ceritaku di atasnya. Menggoyangkan pena, menggores kisah, lekukan hidupku.

Aku menganggapmu sebagai sebuah kanvas. Yang khusus tertakdirkan untukku.
Aku dapat menggambar perjalananku menuju muara hidup di tubuhnya. Membuat kuas ku menari, menguras lautan tinta tuk melukis rasa, cinta, suka, asa.

Aku merindui wangimu. Hingga ingin kuciumi nafas yang syarat dengan kisah harum kesturi yang mengundang hasrat tuk menciptakan sarang bagimu. Sampai-sampai ingin sekejap saja aku merasakan melihat dengan matamu. Melihat segala jenis kesedihan yang kau sulap menjadi permata perjuangan.

Aku menyukai senyummu. Yang menginspirasi lidahku, tuk bertutur tentangmu. Meski hingga mulutku membusa, tapi tak kan pernah ku mengeluh kelelahan atau merasa jemu.

Aku mengagumimu karena engkau adalah laut.
Laut yang airnya semakin membuatku haus.
Laut ilmu dan keceriaan yang tak kan lelah ku selami.
Laut yang indahnya melarang mataku terpejam. Bukan tuk sekedar puaskan pandangan. Lebih dari itu, mencuri masa untuk menumpuk kenangan.

Namun, kau hanya berlalu. Bukan aku yang berjalan menjauhimu. Sekali lagi kau berlalu. Sebelum puas aku merampas volume yang kau miliki. Sebelum aku berani mengatakan pada mu sebuah kalimat cinta. Kau tlah berlalu bersama suara angin malam yang sekarang menemani dudukku di sebuah bangku. Sebuah bangku tua yang penuh debu. Yang menjadi saksi rasaku. Sesalku. Karena kediamanku saat kau melambaikan tangan perpisahanmu. Karena inginku belum terucap. Inginku untuk menjadi lebih dari sekedar tokoh yang mampir dalam perjalananmu.
Dan potongan kue kerinduan ini menghantuiku, yang dengan sombong waktu terus menciptakannya, karena keberlaluanmu.

Kini ku hanya bisa menjamahmu dalam kawah imajiku, dan berharap berbincang dalam mimpiku.
Kini ku hanya bisa mengiang-iang kata-mu. "Masalah membuat kita dewasa", suatu hari dipertemuan berdua terakhir kita kau berucap.
Kini pula, aku tersadar oleh keberlaluanmu. Keberlaluan yang menjadi masalah. Keberlaluan yang mengajariku bahwa setiap pertemuan pasti berujung pada perpisahan. Keberlaluan yang mengajariku, bahwa aku seorang yang memang tak punya, tak memiliki apa-apa. Termasuk dirimu.

Tapi,
Sebagaimana yakinmu bahwa kemenangan pasti kan datang, maka kuyakinkan pula padamu, Ia mencipta ruang dan waktu untuk kita kembali bersua, mendiskusikan kisah, atau hanya tuk sekedar bertatap kemudian bersandar. Pasti ada... suatu saat yang tercipta bagi kita, untuk mencurahkan jutaan cinta yang masing2 tersimpan, di hari yang berbeda. Meski tidak hari ini, saat ini. Tapi saat itu, pasti ada.


tribute to my second mother;
luv u cz Allah
I'll miss You so much
thx 4 everything...
Kamis, 06 Januari 2011

KECENDERUNGAN

Pagi-pagi. Setelah isi pulsa gprs 5 ribu, cepat-cepat modem saya tancapkan. go to mail.yahoo.com plus gmail.com. file presentasi harus segera dikirim. Dan sungguh jaringanny amat sgt lemot sekali. dan terbersit untuk membuka situs jejaring sosial yang sungguh sudah sangat lama tidak saya buka.
Mata terbelalak, melihat salah satu profil picture seorang kawan wanita mengenakan pakaian "kurang kain" dengan dipeluk sang kekasih(hasnt married yet). Ditambah lagi comment-comment mesum dari beberapa senior di kampus. Sungguh harus mengelus dada. Belum lagi chat2 tak bermutu yang tak menyedapkan mata. Dan mata kadung melihat. Astaghfirullah. Sebegini parahnya kah?
Tapi, ada sebuah note yang cukup mengundang perhatian. Note seorang sahabat yang kini berdomisili di Malang. Tentang dakwah. dan sy pun tergelitik untuk mengkomentari.
Metode dakwah. Itu bahasannya. hmmm... singkat cerita, sahabat saya online dan kami melakukan diskusi (not face to face) sampai pada sebuah kata "kecenderungan". Kecenderungan yang kata sahabat saya sering tidak kita sadari, bahkan termasuk saya, atau mungkin kalian.
Hmmm... sy berpikir sejenak. Jika kecenderungan ini dikaitkan dengan pendapat islam yang sy sampaikan dalam diskusi, saya rasa semua pun punya kecenderungan. Keimanan itupun sebuah kecenderungan (absolutely from thinking), sy pun memiliki kecenderungan pemahaman, bukan begitu? Bolehlah jika kawan2 tidak setuju, tapi bagi saya tanpa kecenderungan berarti keraguan pasti masih menghinggapi diri. Keraguan ttg apa? keraguan tentang dienullah yang sedang kita genggam sekarang.
Seperti apa yang pernah bang divan tuliskan dalam commentnya dlm menanggapi comment seorang anonymous. Logika yang sy terima hanya logika hukum syara'. bukan logika cost dan benefit. Dari mana pun datangnya anda, jika memang membawa dalil yang lebih kuat, pastilah sami'na wa atho'na. Bukan saatnya lagi menutup diri dari kebenaran yang dibawa saudara seiman meski berpijak pada pergerakan yang berbeda. Masa bodoh dengan nama, sy hanya tahu bahwa Al-Jamaah (dengan alif --> bukan tanpa alif--> lihat di HR at-Turmudzi no 2091, atau HR Ahmad no 109) harus di tegakkan. Mau cari apa dalam hidup ini klo bukan ghayatul ghayahnya seorang muslim?!
Kembali pada metode dakwah Rasulullah yang kita pahami tidak boleh ada perbedaan, jika memang acuan sama--> qur'an, sunah, ijma' shabat, dan juga qiyas, apapun bahasa penyebutannya pastilah sama pula. jadi tak akan dikatakan sama metodenya jika mengambil jalan tengah dengan sistem, misalkan. sudah sangat jelas sy rasa, apapun alasannya. Dan sy rasa ini bukan pendapat sebuah pergerakan, ini pendapat islam. Begitulah kira2.
Sekarang, memang sudah saatnya membuka mata terhadap kebenaran, meski kata orang kadang-kadang pahit (NB: dalam dimensi manusia). Karena kemenangan akan menyongsong tak lama lagi. Maka persiapkan diri kalian untuk menyambutnya. ALLAHU AKBAR
Senin, 13 Desember 2010

IT'S THE TIME!!!

Beberapa waktu yang lalu seorang kawan mengunjungi blog. Dan saya melakukan kunjungan balik. Ketika melihat blognya, saya jadi teringat kisah salah satu pejuang jenius favorit sy. Pemuda 21 tahun penakluk Konstantinopel. Pemuda yang memulai debutnya sebagai Sulthan dari umur 12 tahun, Pemuda yang dengan ide gilanya bisa membuat kapal berlayar di daratan. Subhanallah.kakashi
Kemudian, ini menjadi sebuah perenungan. Bagaimana dengan saya? Oh setiap hari lebih banyak waktu dihadapkan pada program code, pada compiler, pada terminal LINUX, pada console hitam putih command prompt. Dibanding dengan Muhammad The Second?? Pemuda yang tak pernah masbuk dalam sholatnya, yang tak pernah tertinggal tahajudnya. Dakwah?? sungguh beliau selalu pergi berjihad setiap 3 bulan sekali. Bahkan beliau meninggal ketika hendak berperang untuk menaklukkan kota kedua yang dijanjikan Rasulullah, Roma.
Bagaimana dengan saya? anda? para pejuang islam? berapa ayat yang telah kita sampaikan dalam 1 hari? sering kali kita menjadi orang yang minimalis, hingga mungkin hanya 1 ayat yang disampaikan. Berapa orang yg sudah menerima dakwah kita dalam 1 hari? hmmm.... Bahkan mungkin anda(bukan saya) masih takut untuk sekedar mengatakan demokrasi itu sistem kufur… hmmm..ingin jadi Al-Fatih??

Cukupkah dengan acara-acara besar yang kita gelar di Lembaga dakwah Kampus tanpa follow up dan pembentukan syakhsiyah islam dikatakan sebagai dakwah? Saya rasa kita semua sepakat untuk mengatakan tidak. Cukupkah dengan member materi sebatas amalan yaumiyah pada ummat dengan menyembunyikan kesempurnaan ideology islam disebut sebagai dakwah? Sy yakin kita semua sepakat lagi untuk mengatakan tidak. Lantas, bagaimana mungkin bisa menjadi sesosok Al-Fatih? Jika pemikiran kita saja masih belum bersih dari kotornya pemikiran sistem yang ada sekarang?

Muhammad II sempat akan mundur dari perang melawan pasukan Sebuah kota yang selama 800-an tahun tak bisa dikalahkan, karena ucapan salah satu petinggi saat itu. Tapi, memang kuasa ALLAH, lewat ucapan tangan kanannya Sang penakluk terus dengan pendiriannya untuk meraih gelar “panglima terbaik” yang dijanjikan Rasulullah. Bagaimana jika beliau mundur? Dan menerima sejumlah harta yang ditawarkan oleh Raja Konstantinopel saat itu? He3…

victoire

Bagaimana dengan kita? Takut menyampaikan islam sebagai sistem yang sempurna? Masih menganggap Khilafah adalah hal utopis yang amat jauh untuk dicapai? Tidak…semoga itu jawaban yang kita sepakati kali ini.

Sekali-kali bukan!! Bukan saya merasa diri lah yang sempurna. Kesepmurnaan itu hanya milik ALLAH dan RasulNya. Sombong?? Oh itu selendang ALLAH, sy sungguh tak berani menyentuhnya. Hanya saja, ketakutan, keraguan, sikap yang enggan untuk berkomitmen inilah yang menghalangi kemenangan. Lantas, apa yang harus dilakukan sekarang?

IT’S THE TIME FOR CHANGING OUR SELVES. Sekarang adalah waktunya menjemput kemenangan yang dijanjikan ALLAH SWT. There’s no second change. Cz after this, ISLAM WILL NEVER EVER BE DEFEATED. Ini waktunya kawan, menanggalkan seluruh keinginan eksistensi diri untuk selainNya. Apa yang kita takutkan jika surga ALLAH sudah tergambar jelas di console otak kita karena refleksi aqidah yang mantap? Masih kah kita ragu? Tidak,itu jawaban saya. Jawabanmu, Kawan??ok